Friedl Brehm Stele Tutzing erinnert auch an Gustl Angstmann

Eine Stele in Tutzing erinnert an ihn und seine Bücher und Hasen? erinnert uns auch an Gustl Angstmann und Gerd Wolter Friedl Brehm Stele Tutzing: von 1917–83, bayrische Mundart ist in München…

Smartphone

独家优惠奖金 100% 高达 1 BTC + 180 免费旋转




Eternal Venerate

Rie yang sedang memperhatikan laptop di hadapannya nampak menatap satu foto untuk waktu yang lama. Sebenarnya, bisa dikatakan kalau dia sedang melakukan pekerjaannya, mencari referensi baju untuk stage berikutnya — dan kali ini dia dimintai tolong untuk idol group perempuan — sebelum akhirnya pandangan matanya teralihkan ke hal lain. Di salah satu design yang dia perhatikan, jelas ada sosok yang sedang melakukan photoshoot di taman bunga. Bunga-bunga yang bermekaran di sekitar wanita tersebut menambah kesan indah juga cantik pada baju yang dikenakan olehnya.

Matanya yang terlalu fokus pada apa yang di hadapannya tersebut membuat Rie tidak sadar akan keadaan sekitar, tidak heran dia terlonjak saat mendengar suara beberapa buku yang dibanting di atas meja. Sedangkan pelaku tersebut sama sekali tidak mengira kalau Rie akan terkejut, ucapan maaf dan juga pertanyaan apakah dia baik-baik saja diberikan oleh sang pendatang yang tak lain adalah Hiiro dan juga Aira.

“Hiro! Apa kubilang? Rie-chan sedang tidak bisa diganggu!” seru Aira yang memukul pundak anak dengan rambut berwarna merah. Hiiro yang mendengar omelan Aira hanya menatap Rie dengan ekspresi penuh penyesalan.

“Apa aku benar-benar membuat Rie terkejut?”

Rie segera menggelengkan kepalanya dan memberikan sebuah senyuman kecil, senyuman penuh pengertian. “Tidak. Aku yang terlalu fokus dengan apa yang ada di hadapanku sampai tidak memperhatikan sekitar. Apa kalian semua sudah selesai belajarnya?”

“Belajar apanya?” balas Aira yang menatap Hiiro dengan tajam, bibirnya sedikit dia majukan, layaknya orang yang sedang merajuk. “Hiro terus mengeluh semenjak kami masuk ke dalam perpustakaan!”

Seruan Aira membuat Rie terkekeh pelan. Memang, semenjak dia dan juga member Alkaloid menjadi sangat dekat, dia selalu mendengarkan cerita-cerita seperti ini. Tidak ada hari yang terasa membosankan kembali dengan keberadaan mereka semua. Masih dengan senyuman yang tercetak di bibirnya, Rie mempertanyakan apa saja yang mereka lakukan selama di perpustakan, yang dijawab dengan antusias oleh Hiiro.

“Ada berbagai buku yang bisa dibaca di sana! Jika hanya membaca satu pasti akan sangat disayangkan, kan?” tanya Hiiro yang membuat Aira menghela napas dan menggelengkan kepalanya.

“Tujuan kita ke sana bukan untuk membaca setiap buku yang ada, Hiro! Tapi mengerjakan tugas!”

“Tapi ….” Belum Hiiro bisa memberikan perlawanannya, suara Aira yang mengerang terdengar begitu lantang. Bahkan dia sampai mengacak-acak rambutnya karena frustasi. Kekehan lain diberikan oleh Rie.

“Aira-kun, sudahlah. Setidaknya untuk sekarang kalian bisa beristirahat, kan? Selama ini kalian sudah bekerja cukup keras sehingga istirahat sebentar tidak masalah.” Senyuman menenangkan yang diberikan oleh Rie, terlihat sangat mirip dengan Tatsumi, membuat yang lainnya terdiam.

Hiiro dan Aira saling bertatapan sebelum melirik ke arah mana Rie sebelumnya fokus. “Rie-chan ingin pergi ke taman bunga? Atau ada yang spesial dengan baju itu?” celetuk Aira yang menarik kursi lebih dekat dengan Rie.

“Itu!” seru Rie sebelum mengalihkan pandangannya, seketika merasa malu.

Pandangan Aira sekali lagi jatuh kepada Hiiro. Meski bisa dikatakan anak yang lebih tua tersebut biasanya tidak peka, kali ini dia nampaknya memahami maksud dari pandangan yang diberikan oleh Aira. Meski begitu, dia tidak mengatakan apa-apa dan hanya menganggukkan kepalanya saja, sebuah anggukkan yang tidak terlihat oleh Rie sendiri karena dia sudah fokus kembali kepada baju yang ada di hadapannya.

“Omong-omong, minggu ini kita tidak memiliki latihan, kan? Tatsu Senpai juga berkata akan lebih baik kalau kita semua beristirahat. Producer juga mengatakan hal yang sama!” mulai Aira, matanya masih menatap Hiiro lekat-lekat seakan ingin memperhatikan dan juga memastikan kalau dia mengucapkan hal yang benar.

Anggukan kepala diberikan oleh Hiiro, matanya memandang ke arah Rie sekilas sebelum dia mulai berbicara. “Akan sangat seru kalau kita semua bisa berjalan-jalan dan menghirup udara segar. Kapan terakhir kita bisa jalan-jalan, ya?”

“Kalian akan pergi?” tanya Rie yang segera mengalihkan pandangannya kepada kedua anak yang ada di sampingnya. Aira hanya membalasnya dengan sebuah senyuman lebar, seperti dia merasa sangat bangga dengan apa yang dia lakukan. “Sudah ditentukan kapan …? Apa kalian akan baik-baik saja bersama Tatsumi? Kalian tau, kan? Kalau dia mengendarai mobil ….”

Senyuman Aira seketika luntur, berbeda jauh dengan Hiiro yang masih memberikan senyumannya dengan begitu lebar seakan dia sama sekali tidak masalah. Pandangan Aira juga dia turunkan, tidak perlu bertanya untuk tau apa maksud dari tatapan yang diberikan oleh Aira tersebut. Rie yang juga sadar akhirnya terkekeh pelan. Dia sendiri sebenarnya tidak terlalu masalah dengan Tatsumi yang mengendari mobil, namun dia juga tidak bisa menebak apa yang akan terjadi selanjutnya.

Rie sangat yakin kalau Tatsumi bisa mengendarai mobil dengan baik, dia hanya menyukai dirinya yang mengebut. Setidaknya, itulah yang dapat disimpulkan oleh Rie sejauh ini. Kekehan pelan lainnya keluar dari bibir Rie, dia juga menggelengkan kepalanya sebelum kembali fokus dengan pekerjaannya. Untuk sekarang, setidaknya dia harus bisa menyelesaikan draft-nya agar dia tidak dikejar oleh deadline. Sudah sering dia melakukan hal seperti itu sehingga dia tidak mau lagi, setidaknya dengan fakta bahwa Tatsumi tidak memiliki pekerjaan pada akhir pekan nanti.

Aira dan juga Hiiro kini sadar bahwa Rie hanya diam saja, walau mereka merasa bingung, mereka sendiri memutuskan untuk memperhatikan Rie dengan seksama, berusaha untuk mempelajari semua tentang perempuan tersebut. Selama ini Rie sudah memberikan yang terbaik untuk mereka, karenanya, sebagai gantinya, mereka berdua merasa bertanggung jawab untuk melakukan hal yang sama, untuk membuat Rie senang dan juga bahagia. Menunjukkan bahwa mereka berterima kasih atas kehadiran Rie selama ini.

Setelah beberapa saat, akhirnya Rie terlihat menyimpan buku-bukunya. “Karena hari ini aku sudah selesai, aku akan kembali terlebih dahulu. Bagaimana dengan kalian?”

“Rie-chan akan pulang dan akan beristirahat?” tanya Aira yang ikut bangkit, memandangi ke arah Rie yang kini memeluk buku dan juga laptopnya. “Eh? Bukankah Rie-chan juga harus istirahat terlebih dahulu? Jika terlalu memaksakan diri bisa buruk, kan? Rie-chan tidak mau sakit kembali, kan?”

“Kali ini aku akan memastikan tidak akan sakit kembali,” balas Rie dengan senyuman yang begitu manis sampai-sampai Aira merasa bersalah bila dia harus menolaknya. Dengan berat hati, Aira menghela napas pelan dan menganggukkan kepala.

“Baiklah kalau begitu,” Aira menanggapi sebelum dia menarik lengan Hiiro, memerintahkannya untuk bangkit. “Kami juga akan pergi meeting terlebih dahulu. Tolong jaga diri, Rie-chan!”

Rie hanya menganggukkan kepalanya, membungkuk kecil, sebelum dia melambaikan tangan ke arah Aira dan juga Hiiro yang pergi ke arah yang berlawanan dengannya. Setelah dia keluar dari gedung, Rie segera mengeluarkan ponselnya dan mencari salah satu nama yang ada di dalam kontaknya. Tidak butuh waktu lama baginya menemukan kontak tersebut, terlebih ketika dia sendiri menandai nama itu agar selalu berada di paling atas ruang chat. Masih dengan senyuman kecil yang sama, Rie segera mengetik sesuatu sebelum mengirimkannya dan fokus berjalan menuju ke rumahnya.

***

Sebuah dress sepanjang lutut terlihat dikenakan oleh Rie, di tangannya terdapat tas jinjing yang membuat pakaiannya terlihat lebih menakjubkan. Matanya kini menatap ke sekitar, berusaha untuk mencari orang yang memiliki janji dengannya. Awalnya Rie hanya bertanya kepada Tatsumi, apakah akhir pekan dia memang memiliki waktu untuk berpergian. Namun, dia sama sekali tidak menyangka kalau Tatsumi justru langsung menyetujui hal tersebut.

Mungkin salah satu alasan yang mendorong tindakan tersebut adalah fakta bahwa selama beberapa minggu terakhir mereka tidak bisa bertemu, setidaknya mereka selalu bertemu hanya untuk urusan pekerjaan. Selain itu, bisa dikatakan kalau mereka hanya bertukar pesan. Perasaan rindu dan juga keinginan untuk bersama membuat Rie berharap untuk menghabiskan waktu bersama dengan Tatsumi, setidaknya bila member Alkaloid ikut dia juga tidak akan masalah.

Meski begitu, Rie justru dikejutkan oleh balasan dari Tatsumi yang langsung berkata bahwa dia ingin mengajak Rie ke suatu tempat, tidak mengatakan ke mana, dan hanya mereka berdua. Ide yang ingin diucapkan oleh Rie langsung dia telan kembali. Pergi berdua pun tidak masalah, bahkan, dia merasa kalau pergi berdua seperti ini akan lebih baik. Mereka akan melakukan date. Membayangkan apa yang bisa saja terjadi di antara mereka berdua selama date tersebut, dengan sendirinya pipi Rie mulai memanas.

“Apa aku sudah membuatmu menunggu lama?” Suara yang begitu manis dan juga lembut memasuki pendengaran Rie. Sang gadis segera mendongakkan kepalanya, menatap ke arah sumber suara yang tak lain adalah Tatsumi sendiri.

Senyuman lebar mengembang di bibir Rie. “Tatsun! Tidak, aku juga baru saja keluar, jadi tidak perlu khawatir. Tatsun sendiri, tidak buru-buru datang ke sini, kan?” Bukannya menjawab, Tatsumi hanya memberikan sebuah senyuman khasnya. “Tatsun!”

“Aku tidak membahayakan pengendara lain, bukankah itu yang paling penting?” Dengan sendirinya, Tatsumi segera mengusap kepala Rie dengan penuh kasih sayang, senyuman khasnya masih tercetak di bibirnya.

“Baiklah. Kalau begitu, ayo kita berangkat sekarang!”

Tatsumi menganggukkan kepalanya sebelum dia akhirnya menggandeng Rie, membawanya menuju mobil yang terparkir dengan rapih dan menunggu pemiliknya untuk kembali mengendarainya. Tanpa mengucapkan apa pun, Tatsumi membukakan pintu untuk Rie, membiarkannya untuk masuk terlebih dahulu. Gumaman terima kasih diberikan oleh Rie sebelum dia akhirnya masuk dan duduk, memandangi ke arah kursi belakang di mana dia bisa melihat adanya sebuah tas yang cukup besar. Kerutan di kening Rie muncul, dia juga memiringkan kepalanya.

Setelah beberapa saat, Tatsumi akhirnya masuk dan menggunakan seatbelt-nya, melihat Rie yang masih belum menggunakannya, Tatsumi segera memasangkannya untuk Rie. Wajah mereka yang berdekatan berhasil membuat Rie sekali lagi merona, kali ini lebih merah dari sebelumnya. Terkadang, Rie mempertanyakan mengapa Tatsumi memiliki efek yang begitu besar kepadanya, seperti sekarang dengan jantungnya yang tidak terlihat akan tenang dalam waktu dekat.

“Ada apa? Apa ada yang membuatmu khawatir?” tanya Tatsumi, suaranya kali ini terdengar sedikit lebih tegas sehingga menarik perhatian Rie. Pandangannya jelas masih kosong di hadapan pria yang sangat dia sayangi tersebut. “Rie-chan?”

“Itu!” seru Rie terkejut, sekali lagi matanya menatap ke arah belakang, menuju tas yang terlihat penuh. “Itu, apa yang ada di dalam tas itu?”

Tatsumi ikut menatap ke arah Rie memandangi, senyuman kecil dia berikan sebelum mengedipkan sebelah matanya dengan iseng. “Rie-chan akan tau setelah kita sudah sampai ke tempat tujuan kita.”

Rie memajukan bibirnya sebelum berucap, “Tatsun tidak adil. Bahkan aku masih belum tau ke mana kita akan pergi!”

“Tenanglah,” kekeh Tatsumi, wajahnya sedikit merona karena memperhatikan Rie yang begitu imut. “Rie-chan pasti akan suka tempat yang kita tuju ini.”

Tau kalau Rie tidak mungkin mendapatkan jawaban dari Tatsumi, dan memaksanya bukan hal yang mudah dilakukan, dia akhirnya memilih untuk menghela napas panjang sebelum mengangguk, setuju dengan Tatsumi untuk menunggu sampai mereka tiba di tempat tujuan. Melihat Rie yang juga tidak akan melawan, Tatsumi mulai bersiap untuk menyalakan mobilnya. Dia juga bertanya kepada pasangannya tersebut apakah dia sudah siap atau belum, setelah mendapatkan persetujuan Rie, dia segera melajukan mobilnya.

Selama perjalanan, bisa dikatakan Rie berada di antara khawatir dan juga penuh dengan rasa penasaran. Dia yang biasanya menyadari bagaimana Tatsumi menyetir kali ini hanya bisa fokus kepada tas yang tersimpan dengan rapih dan juga baik di kursi belakang. Apa kira-kira isinya? Jika Tatsumi memerintahkannya untuk menggunakan dress, apa mungkin mereka akan melakukan piknik? Jangan bilang mereka akan ke taman bunga?

Kemungkinan yang ada tersebut membuat jantung Rie berdegup kencang sekali lagi. Antara dia yang merasa sedikit takut juga dia yang merasa berdebar karena rasa semangat akan kencan yang mereka lakukan dalam beberapa jam. Sebuah senyuman penuh arti diberikan oleh Rie ketika dia memandangi ke arah Tatsumi. Sedangkan sang pria bisa merasakan pandangan yang diberikan oleh Rie, hanya saja dia tidak mengatakan apa-apa dan membalas pandangan tersebut dengan senyuman manisnya.

“Tidak akan lama lagi kita akan sampai, ditunggu, ya.”

Seperti yang dikatakan oleh Tatsumi, tidak butuh waktu lama sebelum akhirnya Rie bisa melihat taman bunga yang begitu indah. Meski jaraknya masih beberapa meter, mata Rie sudah bisa menangkap berbagai warna yang memanjakan mata. Senyuman mulai mengambang di bibir Rie, rasanya seperti dia baru saja dibawa menuju ke dunia yang berbeda. Setelah memarkirkan mobil di tempat yang ada, Tatsumi segera mengambil tas yang ada di belakang mobil sebelum membukakan pintu untuk Rie.

“Terima kasih banyak,” gumam Rie sebelum dia keluar dan berdiri di samping Tatsumi. Pandangan matanya menelaah ke taman bunga yang tidak terlalu ramai tersebut sebelum menatap Tatsumi. “Jadi, apa sudah siap untuk memberitau apa yang ada di dalam sana?”

Anggukan diberikan oleh Tatsumi, dia segera menggenggam tangan Rie dan berbagai kehangatan dengannya. “Di dalamnya ada beberapa makanan, buatan member Alkaloid. Mereka yang mengatakan kalau Rie-chan ingin ke taman bunga.”

“Eh?” Ekspresi Rie seketika berubah menjadi penuh keterkejutan dan juga bingung. Apa mungkin saat Aira dan Hiiro bertemu dengannya? “Padahal, aku tidak bermaksud seperti itu. Tapi … karena sudah seperti ini, aku juga senang!”

Ucapan Rie tersebut diikuti dengan sebuah senyuman lebar, dia melepaskan genggaman tangan Tatsumi sebelum mengambil beberapa langkah menjauh dari pria tersebut, membuat Tatsumi menemukan sebuah pemandangan yang begitu menakjubkan. Bila dikatakan dengan jujur, setiap bersama dengan Rie, pemandangan Tatsumi selalu terlihat indah. Namun, kali ini, Tatsumi merasa seperti melihat sosok yang begitu berbeda. Seperti para malaikat yang turun dari surga untuk memberkatinya.

Butuh beberapa saat sebelum akhirnya Tatsumi sadar dari pemikirannya tersebut. Dia mengikuti Rie yang sudah berjalan lebih dulu, mencari tempat untuk mereka makan bersama. Untungnya, karena suasana yang sepi, tidak sulit untuk mereka mendapatkan tempat yang sesuai. Tatsumi menggelar sebuah kain untuk menjadi alas sebelum meletakkan tas yang dikatakan berisi makanan. Begitu mereka sudah duduk, Tatsumi meletakkan jaket yang dia kenakan di atas pangkuan Rie, Tatsumi segera mengeluarkan semua makanan yang ada.

“Nampaknya semua melakukan yang terbaik untuk makanan ini, ya?” gumam Rie yang memperhatikan berbagai hidangan yang ada di hadapan mereka saat ini. Tatsumi sendiri menanggapi dengan senyuman yang begitu menawan.

“Mereka terdengar begitu antusias ketika mendengar kita akan pergi. Mungkin karena kita belum pernah pergi berdua untuk waktu yang lama jadi mereka seperti itu.” Jawaban polos yang diberikan oleh Tatsumi membuat Rie sendiri terkekeh pelan. “Ini, cobalah yang ini. Aku yang membuat ini.”

Rie menganggukkan kepalanya sebelum melahap makanan yang diberikan oleh Tatsumi. “Rasanya sangat enak! Tatsun memang sangat hebat! Bisa melakukan banyak hal!”

“Tidak juga,” balas Tatsumi yang mengusap kepala Rie, merasa sangat bahagia karena perempuan tersebut begitu senang. “Ini semua aku lakukan untuk Rie-chan, jadi sudah pasti aku harus memberikan yang terbaik, kan?”

Mendengar ucapan Tatsumi, Rie lagi-lagi merasakan wajahnya yang memanas. Mengapa semua ucapan Tatsumi selalu berhasil membuat hatinya berdebar? Mengapa pandangan yang diberikan oleh pria tersebut selalu membuatnya merasa seperti orang yang spesial? Hal ini seketika membuat Rie berpikir cukup dalam. Jika dia merasa seperti ini ketika bersama dengan Tatsumi, apa pria tersebut merasakan hal yang sama ketika bersama dengannya? Bagaimana kalau Tatsumi sebenarnya tidak merasa demikian? Hanya dalam waktu singkat, pemikiran Rie seketika berubah dan dipenuhi oleh hal-hal buruk.

Senyuman yang semula ada di bibir Rie dengan cepat menghilang, karena itu Tatsumi yang sedari tadi memperhatikan kini mengerutkan keningnya, dia jelas merasa khawatir kepada wanita tersebut. Meski Tatsumi bisa menebak apa yang mungkin dipikirkan oleh Rie, dia merasa kalau dia terlalu berpikiran jauh. Entah mengapa, susah payah dia berusaha untuk meyakinkan dirinya sendiri kalau apa yang ada di dalam benaknya itu bukan apa yang sebenarnya terjadi.

Kalau Rie sedang meragukan dirinya.

Keraguan Tatsumi tersebut tidak sempat dia konfirmasi ketika melihat Rie yang sudah kembali tersenyum. Kini dia mengambil sumpit yang ada sebelum mengambil salah satu hidangan yang ada dan memberikannya kepada Tatsumi, berharap untuk menyuapinya. Tentu saja Tatsumi sendiri menerima makanan yang diberikan oleh Rie sebelum tersenyum kembali. Pandangan yang diberikan Rie saat ini seakan ingin menandakan kepada pria tersebut bahwa dia baik-baik saja dan dia begitu senang.

Selama satu jam penuh, keduanya hanya saling berbincang dan juga menyuapi satu sama lain, menikmati waktu yang telah mereka lewati tanpa bisa bermesraan seperti ini. Tetapi, tentu saja pemikiran-pemikiran buruk yang ada di kepala Rie dapat kembali. Meski dia sudah berusaha untuk memaksakan kepada dirinya sendiri bahwa hal seperti itu tidak mungkin terjadi, dia tidak bisa menghentikan dirinya sendiri untuk berprasangka buruk.

Begitu mereka sudah selesai makan dan sudah berbincang untuk beberapa saat, tiba-tiba saja Rie bangkit dari posisinya yang berbaring di pelukan Tatsumi. Hal ini mengundang perhatian Tatsumi sebelum akhirnya dia memutuskan untuk ikut bangkit dan memperhatikan Rie dengan pandangan bertanya-tanya. Apa ada yang salah? Atau ada sesuatu yang lupa dia lakukan? Seketika, hati Tatsumi dipenuhi dengan rasa takut dan juga keraguan.

“Kita ada di sini, tidakkah lebih baik kalau kita berjalan-jalan bersama dan mengambil foto bersama? Taman bunga yang indah cocok untuk Tatsun!”

Ucapan Rie yang terlalu ceria justru menambah rasa khawatir Tatsumi, namun dia memilih menganggukkan kepalanya. “Baiklah. Kalau itu yang diinginkan oleh Rie-chan, tidak masalah. Ke mana kita akan pergi terlebih dahulu?”

Rie bergumam selama beberapa saat sebelum menunjuk ke arah kursi yang dililitkan dengan bunga-bunga bermekaran. Melihat tempat tersebut, Tatsumi tidak membutuhkan waktu yang lama sebelum menganggukkan kepalanya dan menggandeng Rie, membawa gadis tersebut untuk ikut bersama dengannya. Ketika mereka sudah duduk di kursi yang tersedia, Tatsumi tidak membuang waktu lebih banyak sebelum akhirnya mengambil foto-foto mereka bersama.

Keduanya membuat pose yang beraneka ragam selama beberapa saat dan juga di tempat yang berbeda-beda hingga akhirnya rasa lelah menghantam mereka. Atas rekomendasi dari Tatsumi, mereka akhirnya berbaring kembali di tempat mereka menggelar kain dan memperhatikan langit yang perlahan mulai merubah warnanya, sebagai tanda bahwa sebentar lagi hari akan berakhir. Membayangkan hal itu, perasaan Rie sekali lagi bercampur aduk. Apakah hari itu Tatsumi sama bahagianya seperti dirinya?

Setelah terdiam untuk waktu yang cukup lama, akhirnya Rie bangkit dari posisinya dan menatap Tatsumi dengan ekspresi yang sedikit sulit untuk dipahami. Tatsumi sendiri tengah menebak-nebak apa yang ada di dalam kepala perempuan tersebut, sebelum akhirnya dia merasa yakin bahwa dia masih merasa ragu akan hal yang sama seperti sebelumnya. Lagi, Tatsumi merasa yakin kalau ini bukan kali pertama untuk Rie merasa seperti ini ketika mereka sedang bersama.

“Aku akan pergi ke sana terlebih dahulu,” ucap Rie, menunjuk ke salah satu kumpulan bunga-bunga yang ada di sana. “Tidak akan lama, jadi Tatsun tidak perlu ikut bersama denganku.”

Anggukan diberikan oleh Tatsumi, dia akan mempercayai Rie untuk sekarang. “Baiklah. Aku akan menunggu di sini, jangan terlalu jauh, ya? Pastikan kamu berada di mana aku bisa memperhatikanmu.”

“Tentu saja. Tunggu aku, ya!” Bersamaan dengan ucapan Rie, dia memberikan sebuah kecupan di pipi Tatsumi meski dia sendiri merasa malu. Setidaknya, dengan seperti ini dia bisa memberitau Tatsumi mengenai perasaannya.

Begitu Rie sudah tidak dalam jarak pendengaran, Tatsumi segera sibuk dengan dirinya sendiri. Sesekali Rie menengok ke arah Tatsumi untuk melihat apa yang sedang dilakukan oleh pria tersebut, namun dalam jarak mereka, dia hanya bisa melihat Tatsumi yang bergerak ke sana kemari tanpa kejelasan apa yang sedang dia lakukan. Senyuman kecut muncul di bibir Rie, sedangkan dadanya sendiri terasa sedikit sesak.

“Apa yang harus aku berikan kepada Tatsumi-kun, ya,” gumam Rie, matanya menjelajah bunga yang ada di sana. “Dia sudah memberikan banyak hal kepadaku, setidaknya aku harus melakukan hal yang sama, kan?”

Dengan pemikiran Rie, akhirnya gadis tersebut memilih beberapa bunga, yang boleh diambil dan digunakan oleh para pengunjung, sebelum merangkai sesuatu. Tidak butuh waktu lama bagi Rie untuk merangkainya sehingga dia segera berlari menuju ke mana Tatsumi berada. Pria tersebut memberikan senyuman lebarnya kepada Rie, nampak dia memegang sesuatu di belakang tubuhnya. Rie yang melihat ini langsung memiringkan kepala, merasa penasaran akan apa yang ditutupi oleh Tatsumi.

“Sudah selesai?” Rie menganggukkan kepalanya sebelum tersenyum manis, sikapnya seperti dia tidak pernah memiliki pemikiran yang buruk. “Kalau begitu, ada sesuatu yang ingin aku berikan kepadamu.”

“Oh? Aku juga memiliki sesuatu untuk diberikan kepada Tatsun!”

“Bagaimana kalau kita mengeluarkannya bersamaan? Ah, Rie-chan duduk terlebih dahulu.” Rie tidak perlu diperintahkan dua kali sebelum dia akhirnya duduk di samping Tatsumi. Masih memandangi pria tersebut, mereka bersama-sama menghitung sampai tiga sebelum mengeluarkan apa yang ada di tangan mereka masing-masing.

Wajah Rie seketika merona saat melihat apa yang ada di tangan Tatsumi. “Flower crown? Dan bunga ini … bukankah ini baby breath?”

Tatsumi segera meletakkan flower crown yang dia buat olehnya di atas kepala Rie, memastikan rambut wanita tersebut tidak tersangkut. “Iya, ini baby breath. Warna tertentu memiliki arti yang berbeda-beda, kan? Karena itu, aku memilih warna merah, pink dan juga putih. Melihat Rie-chan sendiri membuat sebuah gelang dari bunga yang sama, Rie-chan pasi tau artinya, kan?”

“Iya …,” gumam Rie yang menganggukkan kepalanya, merasa malu dan juga tidak tau harus berkata apa. Tangannya menyentuh flower crown yang sudah terpasang di kepalanya dengan begitu rapih.

Warna merah merepresentasikan cinta, warna pink menggambarkan emosi dan juga kelembutan, sedangkan warna putih berarti kemurnian. Membayangkan perasaan yang ada di dalam diri Tatsumi ketika membuatnya hanya menambah rasa malu dan juga kebahagiaan di dalam Rie. Tetapi, di saat bersamaan dia menjadi terpikir akan bagaimana lagi-lagi Tatsumi yang memberikan sesuatu kepadanya, bukan dirinya.

“Tapi, seharusnya aku yang memberikan sesuatu kepada Tatsun,” balas Rie kembali sebelum dia menunjukkan gelang dengan bunga yang sama dan juga warna yang sama pula.

“Aku menyukainya,” bisik Tatsumi. Senyuman manisnya tercetak di bibir, membuat Rie sekali lagi merasakan jantungnya yang berdegup cepat. “Bisa tolong pasangkan?”

Dengan anggukan kecil, Rie akhirnya memasangkan gelang yang dia buat ke tangan Tatsumi. Hanya dalam sekali lihat, mereka nampak seperti sedang menggunakan aksesori couple, padahal tidak ada dari mereka yang bermaksud untuk membuat yang sama. Walau begitu, tetap saja Rie merasa sangat senang karena bisa memiliki pemikiran yang sama seperti Tatsumi, meski mereka tidak selalu bersama-sama seperti pasangan pada umumnya.

“Warna merah ini menggambarkan rasa cintaku, sedangkan warna pink ini menggambarkan kelembutan Rie-chan kepadaku, sedangkan warna putih menandakan kemurnian kasih sayang yang aku miliki untukmu. Bersamaan menjadi satu, flower crown ini menggambarkan cintaku yang tiada akhir. Apa pun yang terjadi, tidak peduli masalah apa yang ada di hadapan kita, cintaku kepadamu tidak akan pernah memiliki akhirnya.”

“Tatsun ….” Atas ucapan Tatsumi, Rie dapat merasakan matanya yang sedikit memanas. Dengan cepat, Tatsumi segera mengusap kedua pipi Rie, bunga yang terpasang di pergelangan tangannya menyentuh pipinya sesekali.

“Bukankah itu yang ingin disampaikan oleh Rie-chan juga? Bahwa cinta Rie-chan tidak memiliki akhir dan juga tidak akan bisa diukur oleh apa pun? Karena, sebesar itu cinta Rie-chan untukku.” Rie yang masih digenggam wajahnya oleh Tatsumi menganggukkan kepla, tidak bisa mempercayai suaranya sendiri. “Karena itu, Rie-chan. Tidak ada yang perlu Rie-chan khawatirkan, tidak ada yang perlu Rie-chan ragukan kembali. Rie-chan tidak perlu memberikan apa pun kepadaku, cukup hadir di sampingku … itu saja sudah cukup.”

“Jadi, Tatsun menyadarinya?” gumam Rie yang seketika kembali merasa bersalah.

“Kalau aku tidak menyadarinya, aku bukan pasangan yang cukup baik, kan?” Sekali lagi Tatsumi memberikan senyuman khasnya.

Ekspresi yang diberikan oleh Tatsumi membuat Rie merasa hangat. Aneh, padahal dia sebelumnya merasa bersalah karena tidak bisa memberikan sesuatu yang lebih berarti kepada pria tersebut. Tetapi, sekarang, dia justru merasa sangat bahagia. Masih merasakan keberadaan flower crown di kepalanya, Rie akhirnya ikut tersenyum dengan lebar. Mungkin, untuk kali ini, dia akan memperbolehkan dirinya merasakan kedamaian tersebut, untuk kali ini, dia akan memuji dirinya sendiri atas segala yang telah dia lakukan.

“Kapan pun Tatsun butuh, aku akan selalu berusaha untuk berada di sisimu!” seru Rie, ekspresinya kini penuh determinasi. Merasa gemas, Tatsumi menarik kecil hidung milik Rie.

“Imut,” gumam Tatsumi. Tindakan dan juga ucapan tersebut berhasil membuat wajah Rie langsung memerah, tidak menunggu waktu dia langsung merasakan wajahnya yang begitu panas. “Rie-chan malu, ya?”

“H-hentikan, T-Tatsun!” seru Rie yang buru-buru melepaskan genggaman tangan Tatsumi. Dia juga mengalihkan wajahnya karena tidak ingin bertatapan dengan pria tersebut. “I-intinya … a-aku, aku sangat sayang kepada Tatsun!”

Kekehan kecil diberikan oleh Tatsumi sebelum dia segera merengkuh Rie. “Aku juga sayang. Dan bunga ini adalah saksi untuk cinta kita, kan? Bahwa kita akan terus bersama selamanya. Sampai maut yang memisahkan.”

“Sampai maut yang memisahkan,” ulang Rie dengan suara lembut. Dia juga membalas pelukan Tatsumi sebelum mengangguk. “Benar, sampai maut memisahkan kita.”

Keduanya berpelukan untuk beberapa saat, dengan masing-masing yang menggunakan flower crown dan juga gelang dari bunga yang sama, baby breath, yang memberikan simbol cinta tanpa akhir. Rie sendiri bersumpah kepada dirinya sendiri di dalam hati. Bahwa apa pun yang terjadi, dia akan terus bersama dengan Tatsumi. Sampai maut yang memisahkan mereka.

***

Add a comment

Related posts:

10 Strongest Characters Moon Knight Beat In The Comics

Fans can hope to see Moon Knight take part in vicious battles with rivals whose power levels almost outperform his own. Because of his new surprisingly realistic presentation in a self-named Disney+…

What are some ways to create a visually appealing small office interior design?

A small office interior design can significantly impact employee productivity and overall business success. A visually appealing office can create a positive and professional impression, which can…

Feeling numb and empty inside? Here are 5 ways to feel better

Feeling numb and empty inside, I know that feeling way too well. It used to be my comfort zone. Even if it was making my life miserable. I remember one day, waiting for the train in Luzern Bahnhof to…